Freeport Protes Soal Bea Keluar Ekspor, Apa Langkah Pemerintah?
Jakarta - PT Freeport Indonesia (PTFI) dan pemerintah terus bernegosiasi terkait kelanjutan operasi, divestasi saham, pembangunan smelter, dan sebagainya. Perundingan sudah berlangsung hampir 2 bulan.
Agar kegiatan operasi dan produksi di Tambang Grasberg tak terganggu, pemerintah telah menerbitkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang berlaku hingga Oktober 2017 untuk PTFI. Rekomendasi izin ekspor juga telah diberikan, dengan demikian PTFI dapat kembali mengekspor konsentrat.
Tetapi, sampai saat ini PTFI belum mengajukan izin ekspor konsentrat ke Kementerian Perdagangan (Kemendag) meski telah mengantongi rekomendasi ekspor dari Kementerian ESDM.
Kabar terbaru, PTFI merasa keberatan dengan Bea Keluar (BK) ekspor konsentrat yang dikenakan pemerintah, yakni sebesar 7,5%. Besarnya BK ini telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13 Tahun 2017 (PMK 13/2017).
Kepala Biro Komunikasi Kementerian ESDM, Sujatmiko, mengungkapkan, PTFI telah menjelaskan kepada pihaknya terkait masalah ini.
Sebelumnya pada Januari 2014-Januari 2017, BK yang dikenakan hanya 5%. Dalam Kontrak Karya (KK) juga tak ada kewajiban membayar BK untuk ekspor konsentrat. Itulah sebabnya PTFI protes.
Untuk mengakomodasi keinginan PTFI, maka pemerintah menurunkan BK menjadi 5%. Penurunan BK ini diatur dalam IUPK yang berlaku sampai Oktober 2017.
"PTFI sudah bisa ekspor dengan BK sebesar 5% berdasarkan IUPK sampai Oktober," kata Sujatmiko kepada detikFinance, Kamis (20/4/2017).
BK 5% ini disepakati hingga berakhirnya IUPK alias selama 6 bulan. "Setelah itu kita akan evaluasi, mereka (PTFI) mau berubah (status kontrak) ke IUPK atau tetap (memegang) KK," Sujatmiko menjelaskan.
Untuk diketahui, pengenaan BK dalam PMK 13/2017 merujuk pada progres pembangunan fasilitas pemurnian mineral (smelter) di dalam negeri. Untuk tahap pertama, tingkat kemajuan fisik smelter sampai 30%, dikenakan BK sebesar 7,5%.
Ketika tingkat pembangunan smelter sudah semakin maju, BK akan turun. Di tahap kedua, tingkat kemajuan fisik smelter antara 30% sampai 50%, BK menjadi 5%. Kemudian di tahap ketiga, saat tingkat kemajuan fisik smelter sudah 50-75%, BK mengecil lagi jadi 2,5%. Jika smelter sudah di atas 75%, BK jadi nol persen.
Sejak 2014 silam, PTFI sudah membangun smelter di Gresik, Jawa Timur. Namun, pembangunan smelter berkapasitas 2 juta ton konsentrat itu baru mencapai 14% sampai saat ini. Karena itu, merujuk pada PMK 13/2017, PTFI harus membayar BK 7,5% untuk ekspor konsentrat. (mca/wdl)
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.