Jakarta - PT Freeport Indonesia (PTFI) dan pemerintah terus bernegosiasi terkait kelanjutan operasi, divestasi saham, pembangunan smelter, dan sebagainya. Perundingan sudah berlangsung hampir 2 bulan.
Agar kegiatan operasi dan produksi di Tambang Grasberg tak terganggu, pemerintah telah menerbitkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang berlaku hingga Oktober 2017 untuk PTFI. Rekomendasi izin ekspor juga telah diberikan, dengan demikian PTFI dapat kembali mengekspor konsentrat.
Tetapi, sampai saat ini PTFI belum mengajukan izin ekspor konsentrat ke Kementerian Perdagangan (Kemendag) meski telah mengantongi rekomendasi ekspor dari Kementerian ESDM.
Kabar terbaru, PTFI merasa keberatan dengan Bea Keluar (BK) ekspor konsentrat yang dikenakan pemerintah, yakni sebesar 7,5%. Besarnya BK ini telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13 Tahun 2017 (PMK 13/2017).
PTFI menyatakan bahwa dalam Kontrak Karya (KK), ekspor konsentrat harusnya tak dikenai BK alias nol persen. Aturan soal BK ini dinilai bertentangan dengan KK yang disepakati dengan pemerintah dan harus dihormati hingga masa berlakunya habis pada 2021.
"Berdasarkan KK, kami tidak wajib membayar BK," kata VP Corporate Communication PTFI, Riza Pratama, kepada detikFinance, Kamis (20/4/2017).
Riza menambahkan, pihaknya masih belum meminta izin ekspor konsentrat karena ada hal-hal yang perlu diselesaikan terlebih dahulu. "Kami sedang dalam finalisasi izin ekspor," ucapnya.
Untuk diketahui, pengenaan BK dalam PMK 13/2017 merujuk pada progres pembangunan fasilitas pemurnian mineral (smelter) di dalam negeri. Untuk tahap pertama, tingkat kemajuan fisik smelter sampai 30%, dikenakan BK sebesar 7,5%.
Ketika tingkat pembangunan smelter sudah semakin maju, BK akan turun. Di tahap kedua, tingkat kemajuan fisik smelter antara 30% sampai 50%, BK menjadi 5%. Kemudian di tahap ketiga, saat tingkat kemajuan fisik smelter sudah 50-75%, BK mengecil lagi jadi 2,5%. Jika smelter sudah di atas 75%, BK jadi nol persen.
Sejak 2014 silam, PTFI sudah membangun smelter di Gresik, Jawa Timur. Namun, pembangunan smelter berkapasitas 2 juta ton konsentrat itu baru mencapai 14% sampai saat ini. Karena itu, merujuk pada PMK 13/2017, PTFI harus membayar BK 7,5% untuk ekspor konsentrat. (mca/ang)
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.