Pembentukan holding BUMN Migas sudah sesuai aturan yang berlaku. Tidak satupun Undang-Undang yang dilanggar dalam pembentukan holding BUMN.
“UU apa yang disalahi? Sama sekali tidak ada. Saya tidak menemukan UU atau aturan pun yang dilanggar, tidak juga UU tentang BUMN,” kata Staf Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Said Didu, Senin malam (27/6).
Said, yang juga mantan Sekretaris Menteri BUMN ini, mengakui bahwa saat ini banyak pihak berusaha menggagalkan pembentukan holding BUMN migas. Antara lain, dengan mengembuskan isu bahwa pembentukan holding BUMN migas melanggar UU dan aturan. Tetapi ketika ditanya UU mana yang dilanggar, menurutnya, tak ada yang bisa menjawab.
Said juga menegaskan, pembentukan holding BUMN migas tidak perlu meminta izin kepada DPR RI. Pasalnya, pada holding BUMN migas sama sekali tidak terdapat perpindahan status aset, dari yang semula aset negara menjadi aset non bukan milik negara. Pasalnya, sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi, aset anak perusahaan di BUMN juga merupakan aset negara. Artinya, jika berada di bawah PT Pertamina (Persero) sebagai induk holding, maka aset PT PGN Tbk juga tetap menjadi aset negara.
“Yang perlu minta izin DPR, jika terjadi perubahan status aset negara di BUMN menjadi aset bukan milik negara lagi,” tegasnya.
Dia pun menyarankan agar pemerintah sebaiknya segera merelisasikan pembentukan holding BUMN migas. Pasalnya, selain menjadikan Pertamina sebagai National Oil Company (NOC), juga menjadi tuntutan di tengah penggunaan gas dalam negeri yang semakin meningkat.
“Ini merupakan langkah yang sangat baik. Apalagi di tengah permintaan gas yang semakin meningkat, 43 persen saham PGN justru dimiliki bukan milik pemerintah,” lanjutnya.
Apalagi, menurut Said, upaya tersebut juga menguntungkan semua pihak. Tidak hanya pemerintah, namun juga BUMN yang ada, termasuk Pertamina dan PGN. Bahkan, pemilik saham minoritas di PGN pun sangat diuntungkan.
Pemerintah untung, karena dengan adanya holding BUMN migas, mempermudah dan mempercepat pengembangan gas nasional. Karena Pemerintah bisa menugaskan langsung. Sedangkan sekarang lebih sulit karena ada satu BUMN yang terbuka.
BUMN juga untung. Pasalnya, dengan adanya holding BUMN migas, maka efisiensi dan kinerja akan meningkat. Bahkan, PGN pun akan memiliki aset dan kapasitas bisnis yang meningkat.
Sedangkan pemilik saham publik untung, karena memiliki kesempatan untuk menambah lembar sahamnya. Sebab, pasti akan terjadi re-isue terhadap inbreng saham pemerintah.
“Jadi, saya sama sekali tidak melihat bahwa langkah akan merugikan pihak lain,” katanya.
Ketakutan beberapa orang bahwa holding BUMN migas akan membuat Pertamina sepenuhnya mengendalikan PGN secara penuh juga tidak benar. Sebab, dalam Peraturan Pemerintah (PP) yang akan dibuat, bisa dimasukkan pasal mengenai saham merah putih milik pemerintah.
“Melalui saham tersebut, Pemerintah pun memiliki hak veto,” papar Said. (Pris)
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.