MOROWALI – Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, kebutuhan tenaga kerja akan semakin banyak seiring bertambahnya jumlah kawasan industri yang dibangun pemerintah. Pemerintah pun menegaskan akan mengutamakan tenaga kerja lokal dalam kawasan industri yang dibangun.
Airlangga mengatakan, kawasan industri Morowali akan menjadi salah satu kawasan industri yang bakal menyerap banyak tenaga kerja lokal. Dia menjelaskan, penyerapan puluhan ribu tenaga kerja di kawasan yang dikelola PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) ini akan terealisasi apabila pabrik stainless steel berkapasitas dua juta ton dan beberapa industri hilir lainnya telah beroperasi.
"Hingga Desember 2016, kebutuhan tenaga kerja pelaksana di kawasan industri ini mencapai 11.257 orang, dan untuk tenaga kerja level supervisor atau engineer sebanyak 1.577 orang," kata Airlangga di kawasan industri Morowali, Sulawesi Selatan, Rabu (11/1).
Pada tahap kedua periode 2017-2020, diproyeksikan ada penambahan kebutuhan tenaga kerja pelaksana mencapai 10.800 orang. Sedangkan tenaga kerja level supervisor sebanyak 1.620 orang. "Jumlah tersebut tentunya akan terus bertambah," ujar dia.
Airlangga mengatakan, tenaga kerja asing (TKA) tetap dibutuhkan mengingat teknologi yang dipakai di industri smelter dibawa langsung oleh investor negara asal.
"Harus ada proses transfer of knowledge melalui pelatihan dan pendampingan oleh tenaga kerja asing kepada tenaga kerja Indonesia (TKI). Misalnya, dalam pembuatan konstruksi, pemasangan mesin dan peralatan, serta proses produksi," ujar Airlangga.
Airlangga menegaskan, TKA di industri smelter ini bersifat sementara, terutama hanya saat pembangunan proyek. Pada masa konstruksi, perbandingannya untuk TKI 60 persen dan TKA 40 persen. Sedangkan, ketika masa produksi, pada tahun pertama untuk TKI 65 persen dan TKA 35 persen," ungkapnya.
Ia memprediksi pada tahun kelima perusahaan beroperasi, dipastikan porsi TKI menjadi 85 persen dan TKA 15 persen.
Airlangga menyampaikan, beberapa industri smelter telah bekerja sama dengan Kemenperin dan perguruan tinggi melalui program pelatihan dan pendidikan vokasi.
"Dari tahun 2015-2017, Pusdiklat Industri Kemenperin telah menyiapkan SDM sektor industri smelter sebanyak 1.200 orang," ujarnya.
Selain itu, telah dimulai juga pembangunan Politeknik Industri Logam Morowali Berbasis Kompetensi dan Akademi Komunitas Industri Logam Bantaeng yang keduanya memiliki konsep kurikulum link and match dengan industri. Program Diploma II yang ditawarkan berupa program studi Teknologi Perawatan Mesin, Teknologi Listrik dan Instalasi, serta Teknologi Kimia Mineral dengan kapasitas 192 orang per tahun.
"Diharapkan ke depannya, interaksi antara para pelaku industri smelter, tenaga kerja dan pemerintah dapat bersama-sama meningkatkan kontribusi industri pada perekonomian nasional," katanya.
Kemenperin mencatat, terdapat 22 industri smelter yang telah bergabung dengan Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) dan 75 persen telah beroperasi secara komersial. Total investasi smelter tersebut telah mencapai 12 miliar dolar AS dan menyerap tenaga kerja sebanyak 28 ribu orang.
Perkembangan pembangunan smelter dan proses hilirisasi industri bahan dasar mineral merupakan konsekuensi positif dari pemberlakuan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.
Airlangga mengatakan, kawasan industri Morowali merupakan salah satu prioritas dalam program pengembangan basis industri logam. Berdiri di atas lahan seluas 2.000 hektare, kawasan industri terpadu ini akan menarik investasi sebesar Rp 78 triliun dan menciptakan tenaga kerja langsung sebanyak 20 ribu orang dan tidak langsung mencapai 80 ribu orang.
"Kami terus memacu pembangunan kawasan industri di luar Pulau Jawa, termasuk di Morowali ini sebagai wujud implementasi arahan bapak Presiden Joko Widodo untuk memfokuskan agenda pemerintah tahun 2017 pada pemerataan," katanya.
Menurut Airlangga, Kemenperin memfasilitasi pengembangan 14 kawasan industri di luar Pulau Jawa dalam upaya mengakselerasi cita-cita pemerintah untuk pemerataan industri.
Keberadaan industri-industri di kawasan ini akan memberikan efek berganda bagi perekonomian daerah dan nasional, sehingga mampu menyejahterakan masyarakat.
Di kawasan industri ini telah beroperasi industri smelter feronikel PT Sulawesi Mining Investment berkapasitas 300 ribu ton per tahun sejak Januari 2015.
Kemudian, juga ada industri smelter feronikel PT Indonesia Guang Ching Nickel and Stainless Steel Industry dengan kapasitas 600 ribu ton per tahun dan didukung oleh satu unit PLTU berkapasitas 2x150 MW. Pada awal 2016, perusahaan mencatatkan produksi sebanyak 193.806 ton.
Selain itu, terdapat pula industri smelter feronikel PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel dengan target kapasitas 600.000 ton per tahun dan stainless steel sebanyak 1 juta ton per tahun yang tahap pembangunannya saat ini mencapai 60 persen. Industri smelter lainnya yakni PT Broly Nickel Industry Pabrik Hidrometalurgi dengan kapasitas dua ribu ton per tahun, yang akan dikembangkan menjadi 8 ribu ton per tahun nikel murni.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.